Mengelola dan Membangun Brebes
Kabupaten Brebes dengan luas
wilayah 1.662,96 km², yang membentang dari pantai utara Jawa hingga puncak
Gunung Slamet, memiliki potensi yang luar biasa. Baik potensi alam maupun
potensi sumber daya manusianya, dengan 17 kecamatan dan 297 desa/keluarahan dan
jumlah penduduk 1.764.648 jiwa (Brebes Dalam Angka tahun 2013).
Potensi ini jika digali dan
dikelola dengan baik dipastikan akan mudah untuk mencapai visi dan misi
pemerintah kabupaten sekarang ini, yakni membangun masyarakat yang maju,
sejahtera dan berkeadilan. Tidak sulit kiranya untuk memaksimalkan
potensi-potensi tersebut. Tinggal bagaimana para pengelola pemerintahan mampu
memaksimalkan fungsinya masing-masing.
Semangat dan keyakinan yang kuat menjadi
kunci utama untuk mewujudkan visi dan misi tersebut. Selanjutnya adalah
mewujudkan konsep yag jelas atas upaya memaksimalkan potensi-potensi yang ada.
Mengkoordinasikan SKPD terkait untuk merumuskan konsep dan kemudian
menindaklanjuti dengan kegiatan di masing-masing SKPD secara terintegrasi dan
menyeluruh.
Sebagai contoh, potensi yang
sudah menjadi ikon dan trade mark Kabupaten Brebes yaitu bawang merah dan telur
asin. Potensi yang ada tersebut belum maksimal digali dan diangkat untuk
mensejahterakan masyarakatnya. Terbukti, hampir setiap tahun para petani bawang
merah selalu mengeluh atas hasil sumber daya alam tersebut.
Upaya-upaya yang dilakukan
pemerintah kabupaten, seperti perizinan dan pembatasan bawang impor belum mampu
meredakan tangisan para petani ketika harga bawang merah turun akibat serbuan
bawang merah impor. Belum lagi dari infrastruktur pertaniannya, mulai dari
irigasi yang tidak maksimal, hingga akses jalan-jalan pertanian yang masih
tambal sulam. Serta keberadaan air sebagai sumber utama pertanian utama
masyarakat Kabupaten Brebes.
Begitu pula dengan telur asin,
yang selalu menjadi buruan para pelancong yang melewati Brebes. Bahkan ketika
warga Brebes bertandang ke luar kota, selalu yang ditanyakan adalah telur asin.
Tidak ada kesulitan berarti bagi para perajin telur asin ini. Bahkan
kreativitas mereka saat ini luar biasa, bukan hanya telur asin rebus saja yang
dihidangkan, namun saat ini sudah banyak jenisnya. Ada telur asin panggang, rebus, asap dan
lainnya.
Fenomena-fenomena tersebut sudah
menjadi pemikiran pemerintah sejak dulu. Namun ada satu hal yang belum
dilakukan, apakah memang tidak diperlukan atau memang belum ada ide tersebut. Kalau
di daerah lain pemerintah setempat sudah berupaya keras mengangkat derajat
produk-produk daerahnya, meskipun produk tersebut sudah dikenal masyarakat
luas. Ada tradisi dan event yang digelar secara rutin setiap tahun untuk
mengangkat, paling tidak semangat para petani atau pengrajinnya untuk terus
berproduksi.
Di Kota Semarang misalnya, setiap
tahun ada festival durian. Festival itu tentu saja untuk mengangkat potensi
durian yang ada di Semarang, meskipun daerah-daerah lain juga banyak yang
memproduksi durian. Di Kabupaten Brebes sendiri juga ada daerah penghasil
durian, seperti di Kecamatan Tonjong dan sekitarnya, yang kualitas duriannya
tidak kalah saing dengan daerah lain.
Kabupaten Brebes sebagai pemasok
bawang merah hingga 30 persen di tingkat nasional bukan angka yang sedikit.
Namun menjadi hajat hidup sebagian besar penduduk Kabupaten Brebes yang
bergerak di sektor pertanian. Namun hingga kini, upaya mengakat derajat para
petani maupun pedagang bawang merah belum dilakukan pemerintah daerah, sebagaimana
daerah lain menggelar festival untuk mengangkat potensi lokal tersebut.
Festival bawang merah, kenapa
tidak? Even ini menjadi kebanggaan Kabupaten Brebes sebagai penghasil bawang
merah terbesar di Indonesia. Secara nasional, jelas sudah diakui. Namun apakah
masyarakat di luar Kabupaten Brebes sudah tahu, bahwa Kabupaten Brebes adalah
penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Dan yang harus diketahui
masyarakat Indonesia, bawang merah Brebes memiliki aroma khas yang berbeda
dengan bawang merah dari daerah lainnya, apalagi bawang merah impor.
Ciri khas dan keaslian produk
Brebes ini harus ditonjolkan dan sebarluarkan ke seluruh Indonesia. Karena
selama ini, banyak pedagang yang nakal, yang memasukkan bawang merah dari luar
Brebes, tetapi dimasukkan ke Brebes terlebih dahulu dan kemudian dijual ke luar
daerah dengan label bawang merah Brebes. Sungguh miris.
Pemerintah kabupaten melalui
dinas terkait, apakah tidak mampu menggelar even tahunan seperti daerah lain
yang menggelar festival untuk mengakat derajat produk lokalnya? Pemerintah
pasti mampu, tinggal bagaimana para pembuat kebijakan itu menyusun konsep dan
acaranya, kapan dan dimana digelar festival tersebut. Hal ini dilakukan agar
jangan sampai produk lokal bawang merah Brebes, yang memiliki cirri dan aroma
khas tersendiri rusak, karena masyarakat di luar Brebes tidak mengetahui produk
lokal Brebes tersebut.
Begitu pula dengan telur asin,
juga perlu diangkat derajat dan wibawanya sebagai produk khas Brebes. Meskipun
beberapa daerah saat ini sudah banyak yang memproduksi telur asin, tetapi
kekhasan telur asin Brebes masih diakui. Jangan sampai teluar asin Brebes
ditinggal para pecintanya, karena sudah ada telur asin dari daerah lain yang
memiliki cita rasa dan aroma yang tidak kalah dengan telur asin Brebes. Apalagi
di tengah pembangunan jalan tol trans Jawa, yang otomatis akan menjadi salah
satu kendala dalam mengembangankan teluar asin Brebes.
Salah cara untuk tetap
memperkenalkan telur asin Brebes itu adalah dengan menggelar even tahunan
berupa festival kuliner telur asin, yang bisa diikuti oleh para perajin dan
pedagang telur asin di seluruh Kabupaten Brebes. Tinggal bagaimana para pejabat
pembuat kebijakan di Pemkab Brebes tersebut mampu membuat konsep, cara dan
bagaimana festival itu bisa terselenggara dan menjadi ajang memperkenalkan
Brebes di tingkat nasional.
Salah satu potensi lokal lainnya
di Brebes saat ini yang juga sudah mulai dilupakan adalah kesenian burok. Burok
yang diilhami dari kendaraan yang dikendari Nabi Muhammad SAW saat Isra Miraj
tersebut, menjadi salah satu kesenian tradisional yang dimiliki Kabupaten
Brebes. Namun saat ini, hiburan rakyat yang sering dimainkan saat anak-anak dikhitan
itu mulai hilang. Sudah jarang masyarakat yang menyewa kesenian tradisonal itu
saat menggelar hajatan khitanan anak-anaknya.
Lantas apa yang bisa dilakukan
pemerintah daerah untuk melestarikan kesenian tradisional tersebut? Apakah diam
saja, hingga akhirnya generasi penerus di Kabupaten Brebes hanya bisa melihat
burok lewat youtube atai video saja? Festival burok, yang digelar rutin setiap
tahun menjadi salah satu cara melestarikan kesenian tradisonal tersebut. Begitu
pula dengan kesenian dan produk lokal laiinya yang bisa dikembangkan dengan
manajemen pengelolan melalui kebijakan pemerintah daerah yang mendukungnya.
Ide-ide ini menjadi salah satu
pemikiran, yang jika dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau lembaga yang
peduli dengan nasib Kabupaten Brebes, menjadi salah satu kerja nyata untuk
membangun Kabupaten Brebes. Seperti yang menjadi tema dalam peringatan Hari
Jadi Kabupaten Brebes ke-338 tahun 2016 ini, yakni Ayo Kerja, Kita Bangun
Kabupaten Brebes. Semoga saja. (*)
Penulis adalah Aktivis Jaringan
Kultural Kaum Muda Brebes (JKKMB)
Komentar
Posting Komentar