Mengenal dan Memahami Pers
Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini menjadi salah satu kebutuhan dasar
manusia modern. Di mana saat ini, hampir setiap orang sudah memegang alat
komunikasi, yakni telepon seluler atau hand phone (HP). Bahkan anak-anak di
tingkat sekolah dasar (SD) sudah banyak yang memiliki HP. Tak heran, jika di
tingkat SD, sudah ada pelajaran TIK.
Salah
satu teknologi yang berkembang dari keberadaan HP itu saat ini adalah adanya
akses internet, yang sangat cepat dan tentu saja update. Untuk mengetahui perkembangan
berita terbaru, seseorang cukup menge-klik HP yang dipegangnya. Itulah
teknologi informasi saat ini yang begitu hebat.
Namun
di tengah derasnya arus informasi itu, sebagian besar masyarakat masih minim
pengetahuan terkait dengan proses pembuatan informasi tersebut. Khusus di balik
pembuatan berita, mulai dari fakta atau peristiwa hingga terbitnya berita itu
di media massa, baik cetak maupun elektronik.
Masyarakat
masih banyak yang bingung, terkait dengan dunia jurnalistik. Termasuk dengan
istilah-istilah yang ada, seperti istilah jurnalistik itu sendiri, ada lagi
istilah pers, wartawan dan sebagainya. Belum lagi dengan istilah media cetak,
media elektroni, media online. Di situ tentu ada perbedaan dan juga
persamannya. Namun pada dasarnya, istilah-istilah itu mengerucut pada bidang
dunia tulis menulis dan peliputan berita.
Selain
itu, masyarakat juga masih minim pengetahuannya terhadap profesi jurnalis atau
wartawan. Hal itu berkaitan dengan tingkah laku sebagian atau oknum yang
mengaku sebagai wartawan, yang bertingkah laku di luar kode etik wartawan.
Sehingga muncul konotasi negatif terhadap profesi wartawan. Bahkan ada yang
merasa alergi ketika berhubungan dengan pers.
Padahal
sesungguhnya pers mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
Tanpa pers, antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain tidak bias
saling terhubungkan. Informasi-informasi yang penting, berita-berita actual
tidak mungkin didapatkan masyarakat tanpa keterlibatan pers. Bahkan kemerdekaan
suatu bangsa pun, tidak mungkin terwujud tanpa kehadiran pers di dalamnya.
Di
alam demokrasi ini, pers merupakan kekuatan keempat (The Fourth Estate), selain
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pers menjadi kekuatan keempat karena
posisinya sebagai pengendali sekaligus melakukan fungsi kontrol sosial. Seseorang
bisa terangkat derajatnya karena pers, seseorang juga bisa jatuh karena pers.
Di
Indonesia, pers mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Mulai dari jaman
penjajahan, hingga jaman reformasi seperti sekarang ini. Jaman penjajahan, pers
Indonesia berperan serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kemudian jaman
penjajahan Jepang, pers Indonesia dibungkam hingga akhirnya memasuki jaman
kemerdekaan.
Selama
kemerdekaan, di bawah rezim Soekarno, pers juga mengaami pasang surut. Apalagi
jaman Orde Baru, di bawah kendali Jenderal Soeharto yang otoriter, pers
Indonesia hanya berada di bawah bayang-bayang pemerintah. Pers Indonesia baru
bisa bernapas lega setelah era reformasi hingga sekarang. Bahkan saking
bebasnya, seakan-akan pers tanpa batas. Apa saja bisa diberitakan dan
diekspose, mulai dari berita cabul, hingga aib seseorang. Ibarat kata, setelah
sekian puluh tahun dibelenggu dengan ancaman breidel dari pemerintah, setelah
era reformasi pers merasakan bebas sebebas-bebasnya.
Padahal
makna kebebasan pers adalah kebebasan yang bertanggung jawab, bukan bebas
sebebas-bebasnya. Ada batasan-batasan tertentu, mana yang boleh dilakukan dan
mana yang tidak boleh dilakukan oleh pers. Itulah kode etik wartawan, yang
harus menjadi pedoman semua wartawan di Indonesia dalam menyampaikan informasi
dan berita kepada masyarakat.
Komentar
Posting Komentar