Menjadi Wakil Rakyat yang Benar-Benar Merakyat

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah saja menetapkan jumlah perolehan kursi masing-masing partai politik di DPRD Kabupaten Brebes. Begitu juga dengan caleg terpilih yang idtetapkan berdasarkan suara terbanyak di masing-masing partai yang mendapatkan kursi di Daerah Pemilihan (DP) yang telah ditentukan. Berdasarkan perolehan kursi DPRD periode 2009-2014, tiga partai besar di Brebes tidak berbeda dengan hasil Pemilu 2004 lalu. Dimana PDIP masih tetap yang terbanyak dengan 13 kursi, disusul PKB 7 kursi dan Partai Golkar 7 kursi juga.

Berdasarkan perolehan suara total masing-masing partai, sebenarnya ketiga partai tersebut mengalami penurunan jumlah suara. PDIP mendapat 186 ribu suara, sementara PKB 101.887 suara dan Partai Golkar 96.468 suara. Jika PDIP tetap mendapatkan 13 kursi sama dengan Pemilu 2004, berbeda dengan PKB yang jumlah kursinya turun drastis, dari 11 sekarang hanya tinggal 7 kursi saja. Sedangkan Partai Golkar ajeg, dengan tetap 7 kursi, meski suara totalnya mengalam penurunan juga.

Turunnya perolehan suara ketiga partai besar di Brebes itu, tidak lepas dari perolehan suara Partai Demokrat yang melejit luar biasa. Padahal pada Pemilu 2004 lalu, Partai Demokrat gagal mengirimkan wakilnya di DPRD. Namun sekarang mendapatkan 6 kursi, atau masing-masing DP mendapatkan 1 kursi. PKS juga mengalami kenaikan suara cukup signifikan, sehingga bisa menambahkan kursinya di DPRD Brebes, dari 3 kursi menjadi 5 kursi.

Meski jumlah kursi di DPRD Kabupaten Brebes mengalami kenaikan, dari 45 kursi menjadi 50 kursi, ternyata selain PKB yang kursinya turun, beberapa partai lain juga mengalami nasib kurang memuaskan dalam Pemilu 2009 ini. PPP yang tadinya mendapat 6 kursi, sekarang tinggal 4 kursi. Begitu juga dengan PAN, yang tadinya 5 kursi, menjadi 4 kursi. Beberapa partai baru mengikuti Pemilu 2009 kali ini juga ada yang berhasil mendudukan wakilnya di DPRD. Yakni Gerindra mendapat dua kursi, Partai Hanura 1 kursi dan PDK 1 kursi.

Setelah ditetapkan perolehan kursi masing-masing partai dan caleg terpilihnya, lantas apa yang akan dilakukan partai tersebut dengan caleg terpilihnya? Apakah akan berpesta atau mengurus rakyat yang telah memilihnya? Yang pasti, begitu mereka dilantik harus mempersiapkan susunan dan kedudukan pimpinan DPRD. Sehingga mau tidak mau, langkah pertama mereka duduk di DPRD adalah berebut kekuasaan. Siapa yang bakal jadi Ketua DPRD, Wakil Ketua DPRD dan Ketua Komisi beserta perangkat lainnya. Jadi mohon maaf, rakyat harus bersabar terlebih dahulu untuk mendapat perhatian dari para wakil rakyat yang telah mereka pilih sendiri.

Lantas apakah sesudah itu para wakil tetap akan terus berebut kekuasaan? Rakyat yang telah memilih tentu tidak ingin itu terjadi. Pada tahap awal terjadi perebutan kekuasaan, karena memang itu aturan yang harus dilakukan, sehingga rakyat pun harus menyadari. Namun kesabaran rakyat pun ada batasnya, setelah agenda pemilihan pimpinan DPRD selesai, sudah seharusnya para wakil rakyat itu mulai memikirkan rakyat kembali.

Yang harus diingat para wakil rakyat itu adalah, bahwa memikirkan rakyat tidak hanya dilakukan setahun sekali, yakni pada saat Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) dan penyusunan RAPBD saja, tapi sudah seharusnya setiap hari. Mengurus rakyat bukan berarti bertemu rakyat setiap hari dan menampung aspirasi masyarakat. Tetapi juga berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) anggota DPRD. Tupoksi anggota DPRD secara umum adalah pengawasan atau controlling, penyusunan anggaran atau budgeting, dan pembuat undang-undang atau legislasi.

Kalau saja semua anggota DPRD menjalankan tupoksinya secara konsekuen, maka secara otomatis mereka telah mengurusi rakyat setiap hari. Namun sering kali, tupoksi yang tiga itu hanya berjalan sepotong dan tidak maksimal. Seperti fungsi pengawasan, dimana setiap tahun terjadi pembangunan proyek fisik, namun ternyata masih saja ada hasil pembangunan proyek itu yang tidak sesuai bestek. Bahkan ada satu proyek, yang tidak bisa digunakan, karena sangat jauh menyimpang dari bestek yang ditentukan pengguna anggaran. Banyak lagi contoh lainnya, yang sebenarnya menunjukkan kinerja anggota DPRD yang disebut pro rakyat.

Kenapa disebut pro rakyat, karena pembangunan proyek itu dibiayai dari uang rakyat melalui pajak yang dibayarkan setiap tahun. Kalau wakil rakyat itu benar-benar menjalankan fungsi pengawasn, bukankah itu sudah termasuk mengurusi rakyat atau pro rakyat?

Begitu juga dengan fungsi budgeting atau penyusunan anggaran yang dibuat setiap tahun. APBD Kabupaten Brebes yang saat ini telah melebihi angka Rp 1 triliun, sudah seharusnya dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat. Pengalaman APBD tahun 2009 yang sedang berjalan ini, anggaran publik hanya 30 persen saja. Paling tidak, anggaran publik minimal 50 persen atau bahkan lebih dari 50 persen. Sisanya untuk operasional dan gaji pegawai. Yang terakhir, dalam pembuatan undang-undang atau peraturan daerah, anggota DPRP harus dapat membuat undang-undang yang melindungi dan berpihak kepada rakyat.

Mari kita tunggu kiprah anggota DPRD yang baru periode 2009-2014. Siapa yang bekerja untuk rakyat dan siapa yang bekerja untuk kepentingan diri sendiri, biar masyarakat yang menilainya. (*)

Muamar Riza Pahlevi adalah wartawan Radar Tegal, alumnus Ilmu Politik Unair

(Tulisan ini pernah dimuat di Radar Tegal)

Komentar

Postingan Populer