Munculnya Banyak Perguruan Tingi, Persaingan Bisnis atau Kualitas?

 Dalam beberapa tahun belakangan ini wilayah Brebes, Tegal, Slawi dan Pemalang (Bregaslang) bermunculan sejumlah perguruan tinggi. Baik yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama. Kemunculan perguruan tinggi ini tentu menjadi kabar baik bagi masyarakat Bregaslang, karena banyak pilihan untuk memilih jurusan dan kampus yang diinginkan.

Selain kampus yang sudah puluhan tahun berdiri seperti UPS, STIMIK, Politeknik Trisila Dharma, Binus di Tegal, termasuk Poltek Keselamatan Transportasi Jalan, kemudian di Brebes ada STAI Brebes, UMUS, Universitas Peradaban, STIE Widyamanggalia, dan Slawi ada Universitas Bhamada, IBN Slawi, STIKIP NU, di Pemalang ada STAI, STIE Assholeh, serta sejumlah akademi dan sekolah tinggi lainnya. Terbaru pengembangan atau merger beberapa akademi dan sekolah tinggi menghasilkan universitas baru, seperti Universitas Muhamadiyah Tegal dan Brebes, Universitas Bima Saka Penta dan lainnya.

Namun dengan munculnya perguruan tinggi tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar, khususnya di benak para pemerhati pendidikan. Yakni apakah wilayah Bregaslang merupakan wilayah pasar pendidikan yang menjanjikan atau ladang bisnis ataukah ada upaya peningkatan kualitas pendidikan di wilayah Pantura Barat Jawa Tengah ini?

Seiktar tahun 2005, ketika penulis masih menjadi wartawan sempat berdiskusi dengan Wakil Walikota Tegal Dr Maufur MPd, yang juga mantan Rektor UPS terkait menjadikan Kota Tegal sebagai kota pendidikan. Maufur yang saat ini menjadi Rektor Bhamada Slawi, mungkin masih ingat wacana tersebut. Sehingga saat ini tinggal bagaimana pemerintah setempat memanfaatkan kemunculan perguruan tinggi tersebut dengan baik dan maksimal.

Kemunculan banyak perguruan tinggi ini, tentu disambut gembira oleh pemerintah daerah setempat. Selain untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga meningkatkan lama belajar tinggi pendidikan masyarakatnya. Dengan tingginya pendidikan masyarakat, diharapkan akan meningkatkan tingkat perekonomian warganya. Karena dnegan lokasi perguruan tinggi yang dekat dengan rumah, maka para mahasiswanya tidak perlu indekos, seperti di kota-kota besar selama ini. Sehingga biaya pendidikan ke perguruan tinggi akan semakin terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan, namun menginginkan anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi. Apalagi didukung oleh adanya beasiswa dari pemerintah, mulai dari Kartu Indonesia Pintar (KIP), beasiswa prestasi, beasiswa dari Pemda juga serta dari perusahaan swasta yang peduli pendidikan.

Sejumlah perguruan tinggi tersebut bahkan sudah banyak yang menggandeng dengan sejumlah lembaga atau pun paguyuban, agar anggotanya bisa kiliah di kampus yang mereka pimpin. Berbagai kemudahan, mulai dari biaya yang ringan, kuliah akhir pekan, hingga kuliah yang singkat ditawarkan kepada mereka yang belum menyelesaikan pendidikan tingginya. Mereka juga didukung dengan tenaga-tenaga dosen yang muda, yang sudah S2 dan S3. Apakah dengan demikian kualitasnya sudah diakui? Atau hanya sekedar terpampang gelar di belakang namanya saja yang berderet-deret? Tanpa peran nyata di tengah masyarakat.

Dari puluhan, mungkin ratusan dosen yang ada di wilayah Bregaslang ini, ternyata masih sedikit namanya yang muncul secara akademik di media massa. Sangat jarang dosen yang peduli dengan keadaan lingkungan sekitar, dengan menyikapi berbagai persoalan yang muncul di masyarakat dan pemerintahan. Dosen-dosen yang kritis dan tidak hanya sekedar mengajar mahasiswanya, dengan tetap memperhatikan kulitasnya, masih sangat minim. Rubrik yang disedikan media massa pun hanya diisi oleh beberapa dosen saja. Belum muncul dosen yang menjadi narasumber dari media massa, yang mempertanyakan persoalan yang sedang ramai di masyarakat. Atau isu-isu yang harus ditanggapi dan diselesaikan berdasarkan ilmu yang dimiliki para dosen tersebut.

Selama ini kampus-kampus yang ada, lebih mengejar pada nilai akreditas saja, tanpa melihat kualitas lulusannya. Tidak ada yang salah dengan target tersebut, namun yang lebih utama justru adalah kualitas lulusannya. Dan sebelum lulusannya berkualitas, tentu saja dosennya juga harus berkualitas secara akademik dan sosial. Karena masyarakat tidak hanya butuh nilai kepada mahasiswanya, namun masyarakat juga butuh masukan dan solusi dari para akademisi yang ada. (*)

Komentar

Postingan Populer