Wartawan Sebagai Profesi
Wartawan adalah orang
yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Demikian disebutkan
dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kegiatan jurnalistik itu sendiri
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia. Secara singkat,
wartawan adalah orang yang bekerja memburu, meliput, kemudian menuliskan berita
tersebut. (Fitriyan Dennis, 2007)
Konsekuensinya sebagai
sebuah profesi, selain punya hak dan kewajiban, maka wartawan pun diatur oleh
kode etik. Hak-hak seorang wartawan sama dengan hak-hak pekerja lainnya.
Seperti mendapatkan penghasilan dari perusahaan pers yang mengerjakannya.
Seperti yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan. Di
antaranya mendapatkan upah yang layak, mendapatkan perlindungan kesehatan,
mendirikan dan bergabung dengan serikat pekerja serta hak-hak lainnya. Namun
ada yang membedakan dengan pekerja lainnya. Seperti waktu dan hari bekerja.
Seorang wartawan tidak mungkin dipatok jam kerjanya, misalnya dalam satu hari harus
8 jam bekerja, mulai dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00. Begitu pula
dengan harinya, wartawan tidak mungkin hari Minggu harus libur atau tanggal
merah harus libur. Karena setiap saat, setiap waktu, wartawan harus berada di
lokasi kejadian perkara untuk meliput sebuah peristiwa atau berita.
Lha terus kapan waktu
istirahat dan liburan bagi seorang wartawan? Apakah wartawan tidak mempunyai waktu
istirahat dan liburan? Tetap saja ada, tetapi waktunya mereka mengatur sendiri,
sehingga antara hak dan kewajiban tetap terlindungi. Bagi media massa, hampir-hampir
tidak ada hari libur. Bahkan bagi media televisi, mereka tayang 24 jam sehari
dan tujuh hari dalam sepekan. Media cetak, hanya hari-hari besar atau tanggal
merah saja mereka tidak terbit. Sedangkan media massa online, setiap saat bisa
dilihat dan diunduh, tinggal kapan dia akan memperbarui isi beritanya, bisa
kapan saja. Media massa mempunyai manajemen dan pengaturan jadwal bagi wartawan
dan pekerjanya untuk libur dan cuti. Sehingga jadwal terbit dan tayang tidak
sampai terganggu.
Bagi wartawan profesional,
mereka mempunyai tanggung jawab moral untuk tetap meliput sebuah peristiwa di
mana pun berada. Hal itu bisa terjadi ketika terjadi peristiwa eksklusif, di
mana tidak ada wartawan satu pun. Wartawan profesional, selain meliput
peristiwa yang terjadi tiba-tiba atau alami, juga dituntut mampu membuat sebuah
ide maupun isu untuk sebuah berita. Isu-isu yang diangkat wartawan bahkan bisa
menjadi headline, ketika yang diangkat itu adalah isu terkait dengan kebijakan publik
maupun isu-isu strategis lainnya.
Wartawan juga mempunyai
keahlian dalam melihat sebuah peristiwa atau kejadian. Satu peristiwa, jika
ditulis oleh lima orang wartawan, bisa menjadi lima berita yang berbeda. Hal
ini tergantung dari sisi atau sudut pandang mana wartawan itu melihat sebuah peristiwa
tadi. Namun tidak menutup kemungkinan, wartawan satu dengan yang lainnya juga
mempunyai sudut pandang yang sama. Sudut pandang ini istilahnya angel berita,
yang kemudian menjadi lead atau istilah gampangnya menjadi isi dari paragraph pertama
sebuah berita. Sehingga judul berita maupun isisnya hampir sama. Yang tidak
boleh adalah ketika wartawan hanya melakukan copy paste saja atau plagiat atas
berita wartawan lainnya.
Contohnya ketika lima
orang wartawan melihat seekor gajah, maka dalam membuat deskripsi gajah
tersebut akan berbeda-beda. Wartawan bertama akan mendiskripsikan seekor gajah
itu adalah hewan yang berbadan besar. Artinya hal utama yang dia perhatikan
adalah badan gajah tersebut. Wartawan kedua, mendeskripsikan bahwa gajah itu
memiliki telinga yang lebar. Karena dia lebih mengutamakan telinga gajahnya
dalam deskripsi awal. Wartawan ketiga bisa menulis bahwa gajah itu mempunyai
hidung yang panjang, karena dia mengutamakan belalainya terlebih dahulu dalam
mendeskripsikan gajah. Wartawan keempat bisa saja menulis, bahwa gajah memiliki
ekor yang kecil dibandingkan bedannya yang besar. Wartawan kelima menulis,
bahwa gajah hewan yang langka, karena tidak semua tempat ada gajahnya. Demikianlah
sudut pandang wartawan dalam melihat suatu peristiwa dan kemudian menuliskannya
menjadi sebuah berita.
Sudut pandang inilah
yang menjadi salah satu hak wartawan dalam menuliskan sebuah berita. Yang
penting, bahwa dalam penulisan berita itu jangan sepotong saja, namun harus
lengkap. Bahwa sudut pandang itu penting, namun harus menuliskan secara menyeluruh
dan lengkap. Sehingga ketika seseorang membaca berita, tidak akan terpotong
informasinya. Bahwa sudut pandang pertama wartawan menulis bahwa gajah itu
hidungnya panjang, maka di bagian dalamnya di harus menjelskan secara
keseluruhan bentuk gajah itu. Jangan berhenti di kalimat bahwa gajah itu hewan
yang hidungnya panjang. Namun harus menjelaskan bahwa gajah juga memiliki telinga
yang lebar, badan yang besar, berkaki empat, mempunyai ekor, dan termasuk hewan
langka yang dilindungi. Itulah gajah yang digambarkan secara menyeluruh.
Seorang wartawan dalam
bekerja juga dibekali dengan peralatan yang diperlukan. Mulai dari alat tulis
dan note book, alat rekam dan kamera. Dan yang pasti, juga dilengkapi dengan
identitas dirinya, yakni kartu pers yang dikeluarkan oleh perusahaan temopat di
mana dia bekerja. Tanpa identas yang jelas, seorang narasumber berhak menolak
untuk diwawancarai wartawan. Tugas wartawan juga sebatas pada upaya mencari
berita saja, bukan yang lain. Selain itu, wartawan juga sertifikat wartawan,
yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Sedangkan pelaksana dari uji kompetensi
wartawan ini bisa dilakukan oleh organisasi wartawan atau lembaga pers yang
telah mendapat izin dari Dewan Pers untuk melakukan uji kompetensi tersebut.
Untuk menjadi wartawan cukup
mudah, karena tidak ada persyaratan khusus, harus lulusan ilmu jurnalistik
misalnya, tetapi bisa berasal dari semua jurusan. Karena persyaratan utama seorang
wartawan adalah bisa menulis, dalam arti menulis berita. Di sini, semua orang
bisa belajar untuk menulis. Tidak ada persyaratan harus lulusan jurusan atau
ilmu tertentu. Bahkan lulusan SMA pun bisa menjadi wartawan. Namun saat ini, di
beberapa perguruan tinggi sudah ada jurusan ilmu jurnalistik, yang memang
lulusannya nanti diharapkan berkecimpung di dunia jurnalistik.
Menjadi wartawan juga
ada suka dan dukanya. Tetapi sudah menjadi pilihan hidup, suka dan duka itu
harus dijalani bersama-sama. Sama halnya dengan profesi lainnya, juga ada
resiko dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Beberapa hal yang disukai
sebagai wartawan yang paling utama tentunya adalah beritanya banyak dibaca
orang. Menjadi kebanggaan ketika berita atau tulisan yang dibuat itu dibaca banyak
orang. Jika itu wartawan media cetak, maka tingkat besaran oplah menjadi indikator
beritanya banyak dibaca orang. Di media online indikatornya adalah banyak orang
yang mengunjungi atau menge-klik tulisan tersebut. Sedangkan media televisi, dilihat
dari banyaknya orang yang menonton. Atau kalau diunggah di youtube, bisa
dilihat pada berapa banyak yang melihat atau menonton konten youtube tersebut.
Menjadi wartawan juga
ada istimewanya, yakni mendapat kesempatan istimewa untuk bertemu dan melakukan
wawancara dengan tokoh-tokoh penting. Mulai dari presiden, menteri, gubernur,
bupati hingga artis-artis ternama. Bahkan ketika ada kegiatan yang dilakukan
tokoh-tokoh itu, wartawan lah yang pertama dicari. Karena mereka ingin kegiatannya
diberitakan dan dilihat banyak orang. Ada kebanggaan tersendiri bagi mereka,
jika masuk dalam pemberitaan yang bersifat positif. Namun sebaliknya, jika
beritanya negatif, mereka berusaha untuk menghindari wartawan. Bahkan mereka
bisa berbalik membenci wartawan.
Di sini lah kadang,
ketika wartawan menulis berita yang membuat orang tersinggung dan tidak terima,
menjadi bagian dukanya. Karena akan dibenci oleh orang yang diberitakan, kelompok
pengikutnya pun ikut membenci. Bahkan kadang-kadang menjadi bahaya tersendiri,
jika kelompok tersebut melakukan cara-cara kekerasan dan tindakan yang
melanggar hokum. Beberapa kasus wartawan dibunuh dan dilukai karena tulisannya.
Namun jika tujuan penulisan berita itu sebagi kritik, maka ancaman-ancaman
fisik itu bukanlah hambatan untuk terus berkarya di bidang jurnalistik.
Wartawan sudah dilindungi undang-undang dalam bekerja. (*)
Komentar
Posting Komentar